4/08/2014

Makalah Etika Bisnis [Lengkap]

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting. Selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya  manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tersebut. Bisnis dengan menjunjung kode etik merupakan suatu unsur mutlak yang perlu dalam masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.

1.2     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini diangkat beberapa topik permasalahan yang nantinya akan dibahas. Permasalah tersebut antara lain :
1.            Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
2.            Bagaimana perkembangan etika bisnis saat ini?
3.            Seperti apakah profil etika bisnis dewasa ini?
4.            Bagaimana sejarah dan budaya dalam etika bisnis?



1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1.      Mengerti dan memahami arti dari etika profesi.
2.      Mengetahui perkembangan dan juga profil etika bisnis dewasa ini.
3.      Mengetahui  faktor apa saja yang selama ini berpengaruh dalam sejarah dan budaya etika bisnis.

1.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam menyusun makalah ini, penulis melakukan pengumpulan data dengan cara meramencari sumber-sumber yang berkaitan dengan isi makalah melalui e-book dan media elektronik.




BAB II
PEMBAHASAN
(Bisnis Dan Etika Dalam Dunia Modern)


1.      Tiga Aspek Pokok Dari Bisnis
Bisnis medern meruakan realistis yang amat kompleks. Banyak faktor yang turut mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis, ilmiah – teknologis dan politik – sosial – kultiral . komplekisitas berkaitan dengan komplekisitas masyarakat modern sekarang. Sebagai kegiatan sosial,bisnis dengan banyak cara terjalin dengan komplekisitas masyarakat moder itu. Semua faktor membentuk komplekisitas bisnis modern yang sudah sering dipelajari dan dianilisis melalui berbagai pendekatan ilmiah, khususnya ilmu ekonomi dan teori manajemen.

Buku ini ingin menyoroti suatu aspek bisnis yang sampai sekarang disinggung dalam uraian – uraian lain , tetapi semakin banyak diakui pentingnya yaitu aspek etis atau moralnya. Guna menjelaskan kekhususan aspek etis ini, dalam suatu pendekatan pertama kita membandingkanya dulu dengan aspek – aspek lain, terutama aspek ekonomi dan hukum. Sebab bisnis sebagai kegiatan sosial bisa di soroti sekurang – kurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu mungkin dipisahkan ini : Sudut pandang Ekonomi, Sudut pandang Hukum, Sudut pandang Etika.

 1.1 Sudut Pandang Ekonomis
Bisnis adalah kegiatan ekonomis yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar menukar , jual – beli , memproduksi – memasarka  , bekerja – memperkerjakan dan interaksi manusiawi lainnya dengan maksud memperoleh untung.




1.2  Sudut Pandang Moral
Dengan tetap mengakui peranan sentral dari sudut pandang ekonomis dalam bisnis , perlu adanya di tambahkan adanya sudut pandang lagi yang tidak boleh diabaikan, yaitu sudut pandang Moral.

1.3  Sudut pandang Hukum
Tidak bisa diragukan , bisnis juga terikat oleh hukum . “Hukum Dagang” atau “Hukum Bisnis” merupakan ilmu penting dari cabang Hukum Modern. Dan dalam raktek hukum banyak mesalah timbu dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun internasional.

1.4  Tolak ukur untuk ketiga sudut pandang ini
Secara ekonomis , bisnis adalah baik kalau menghasilkan laba. Hal itu akan tampak pada laporan akhir tahun, yang harus disusun menurut metode kontrol finansial dan akuntansi yang sudah berlaku.
Untuk sudut pandang Hukum-pun, tolok ukurnya cukup jelas bisnis adalah baik, bila diperbolehkan oleh hukum. Penyelundupan misalnya adalah cara berdagang berdagang yang tidak baik , karena dilarang oleh hukum.
Lebih sulit untuk menentukan baik tidaknya bisnis dari sudut pandang moral. Apa yang menjadi tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau tingkah laku ? setidak – tidaknya dapat disebut tiga macam tolok ukur, yaitu : Hati nurani, Kaidah emas dan penilaian masyarakat umum, mari kita memandang tiga prosedur untuk memastikan kualitas etis suatu perbuatan ini dengan lebih rinci.
a.      Hati nurani
Suatu perbuatan adalah baik, jika dilakukan dengan hati nurani, dan perbuatan lain adalah buruk, jika dilakukan bertentangan dengan suara hati nurani.

b.      Kaidah emas
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruk perilaku moral adalah dengan jaidah emas yang bebubnyi : “Hendaklah memperlakukan orang lain sebgaimana anda sendiri ingin diperlakukan”. Perilaku saya bisa dianggap secara moral baik bila saya memperlakukan orang tertentu sebagaimana saya sendiri ingin dperlakukan.

c.       Penilaian umum
Cara ketiga dan barang kali paling ampuh untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku adalah menyerahkannya kepadda masyarakaat umum untuk dinilai. Cara ini bisa disebut juga “Audit Sosial”.


2.      Apa itu Etika Bisnis ?
Kata “etika” dan “etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang sama karena itu pula “etika bisnis” bisa berbeda atrinya. Suatu uraian sistematis tentang etika bisnis sebaiknya dimulai dengan menyelidiki dan menjernihkan cara kata sseperti “etika” dan “etis” dipakai. Cara yang kami pilih untuk menganalisis arti – arti “etika”  adalah membedakan antara “etika sebagai praksis” dan “etika sebagai rafleksi”.

Etika sebagai praksis berarti : nilai – nilai dan norma – norma moal sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan. Walaupun seharusnya dipraktekkan. Dapat juga di artikan etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai – nilai dan moral – moral. Perlu kita perhatikan kata “etika” atau “etis” dalam contoh – ini , Orang yang mengeluh bahwa etika bisnis mulai menipis , bermaksud bahwa pebisnis sering menyimpang dari nilai norma yang benar, jadi ia menunjuk etika sebagai praksis. Dan orang yang memikirkan masalah korupsi berpendapat bahwa dengan menbuat undang – undang anti korupsi dan menerapkan undang – undang itu secara ketat dan konsekuen, nilai dan moral dalam bisnis bisa ditegakkan. Etika sebagai praksis sama artinya dengan moral atau moralitas.
Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika dalam refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan khususnya tentang apa yang harus dilakukan dan kususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambul praksis etis sabagai obyeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik dan buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.
Sebetulnya antara distingsi antara praksis dan refleksi ini tidak menandai paham “etika” saja. Dibidang lain-pun terkadang bisa kita brbicara tentang praksis disamping refleksi (ilmu). Etika sebagai ilmu mempunyai tradisi yang sudah lama, tradisi ini sama panjangnya dengan selurung sejarah filsafat, karena etika dalam arti ini merupakan salah satu cabang filsafat. Karena itu juga sering etika sebagai ilmu sering disebut juga filsafat moral atau etika filosofis.
Hal itu tidak berarti bahwa etika filosofis ingin memiliki monopoli dalm membahas topik – topik moral. Ilmu lain juga bisa menyinggung masalah – maalah etis , walaupun hanya sepintas lalu misalnya ilmu – ilmu sosial. Tetapi hanya dalam etika filosofis, topik – topik moral dibahas secara tuntas dengan metode sistematika khusus yang sesuai dengan bidang moral itu.
Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik burukya perilaku manusia. Karena itu etika dalam arti ini sering disebut juga “filsafat praktis”. Cabang – cabang filsafat lain membicarakan massalah yang tampaknya lebih jauh dari kehidupan konkret. Sejak akhir tahun 1960-an teori etika mulai membuka diri bagi topik – topik konkret dan aktual sebagai oobyek penelitiannya. Perkembangan baru ini sering di sebut “etika terapan” (Applied Ethich). Mula – mula topik ini konkret itu menyangkut ilmu – ilmu biomedis, karena itu kemajuan ilmiah menimbulkan maslah etis yang baru. Tidak lama keudian etika terapan memperluas perhatiannya ke topik – topik aktual lainnya, seperti lingkungan hidup, persenjataan nuklir, pemnggunakan tenaga nuklir pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), dan lain – lain. Etika bisnis juga sebaiknya kita lihat sebagai suatu bidang peminatan dari etika terapan.
Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnispun dapat dijalankan pada tiga taraf ; taraf makro, moeso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berada untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan tiga kemungkinan yang mungkin berada untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro , etika bisnis menjadi aspek – aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan. 
Pada taraf meso 9madya atau menengah 0, etika bisnis menyelidiki masalah etis dibidang organisasi. Organisasi disini terutama bagi perusahaan – perusahaan, tapi bisa juga serrikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi , dan lain – lain.
Pada taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari pihak keryawan dan majikan , bawahan dan manajer, produsen dan konsumen , pemasok dan investor.
Akhirnya boleh ditambahkan catatan tentang nama “etika bisnis’ di indonesia study tentang masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah bisa ditunjukan dengan nama itu, sejalan dengan kebiasaan umum dalam kawasan bahasa inggris (Business Ethics). Tetapi dalam bahasa lain terdapat banyak variasi. dalam bahasa belanda pada umumnya dipakai nama Bedrijfshethiek (etika perusahaan) dan dalam bahasa jerman Unternehmensethik (etika usaha). Cukup dekat dengan itu dalam bahasa inggris kadang – kadang dipakai Corporate Ethics (etika korporasi).
Sebagaian nama yang berbeda – beda ini berkaitan dengan preferensi untuk perspetif makro, meso atau mikro yang berbeda di berbagai negara. Namun demikian, pada dasarnya semua nama ini menunjuk kepada study tentang aspek – aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis, sebagaimana diupayakan dalam buku ini.

3.      Perkembangan Etika Bisnis
Sepanjang masalah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah lupa dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etis.
Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan etika, artinya selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Namun demikian, jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan dipraktekan sekarang. Tidak  bisa disangkal juga, disini kita menghadapi suatu fenomena baru. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat hatian begitu besar dan insentif seperti sekarang ini.
Etika selalu dikaitkan dengan bisnis, sejak ada bisnis, sejak saat itu pula bisnis dihubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan juga dengan wilayah – wilayah lain dalam kehidupan manusia seperti politik, keluarga, seksualitas berbagai profesi dan sebagainya. Jadi etika dalam bisnis atau etika berhubungan dengan bisnis berbicara tentang bisnis sebagai salah satu topik di samping sekian banyak topik lainnya. Etika dalam bisnis belum merupakan suatu bidang khusus yang memiliki corak dan identitas sendiri. Hal itu baru timbulny a”etika bisnis’ dalam arti yang sesungguhnya. Etikan dalam bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih muda sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti spesifik setelah menjadi suatu bidang (Field) tersendiri, maksudnya suatu bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengajaran dan penelitian di perguruan tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini utuk pertama kali timbul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia lainya. Dengan mamanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika bisnis ini.

3.1  Situasi dahulu
Berabad – abad lamanya kita berbicara pada taraf ilmiah tentang masalah ekonomi dan bisnis sebagai salah satu topik disamping sekian banyak topik lain. Pada awal filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf – filsuf yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kebaikan manusia bersama dalam negara dan dalam konteks itu mereka membahas juga bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus di atur.dalam filsafat dan teologi abad pertengahan pembahasan ini dilanjutkan, dalam kalangan kristen maupun Islam. Topik – topik moral sekitar ekonomi dan perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi) di zaman modern.
Pada waktu itu banyak universitas diberikan kuliah agama dimana masiswa mempelajari masalah – masalah moral sekitar ekonomi dan bisnis. Pembahasannya tentu berbeda, sejauh mata kuliah ini diberikan dalam kalangan katolik atau protestan. Dengan demikian di Amerika Serikat selama paro pertama pada abad ke-20 etika dalam bisnis terutama dipraktekan dalam konteks agama dan teologi. Dan pendekatanini masih berlangsung terus sampai hari ini, di Amerika Serikat maupun di tempat lain.

3.2  Masa peralihan ; tahun 1960-an
Dalam tahun 1960-an terjadi perkembangan baru yang dilihat sebagai persiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa 1960-an ini di Amerika Serikat (dan dunia barat pada umumnya) ditandai oleh pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukota Prancis bulan Mei 1968). Suasana tidak tenang ini diperkuat lagi karena frustasi yang dirasakan secara khusus oleh kaum muda dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa tidak puas ini mengakibatkan demonstrasi – demonstrasi paling besar dirasakan di Amerika serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang di mata mereka terjadi antara militer dan industri. Industri dinilai terutama melayani kepentingan militer. Serentak juga untuk pertama kali timbul kesadaran akan masalah ekologis dan terutama industri di anggap sebagai penyebab masalah lingkungan hidup itu dengan polusi udara, air, dan tanah serta limbah beracun dan sampah nuklir.

Dunia pendidikan menanggapi situasi ini dengan cara berbeda – beda. Salah satu reaksi paling penting adalah memberi perhatian khusus kepada social issues dalam kuliah tentang manajemen. Nbeberapa sekolah bisnis mulai dengan mencamtumkan mata kuliah baru di kurikulumnya yang biasanya dibesi nama Business and Society. Kuliah ini diberikan oleh Doden – Dosen manajeman dan mereka menyusun buku – buku pegangan dan publikasi lain untuk menunjang mata kuliah itu. Pendekatan ini diadakan dari segi manajemen , dengan sebagaian melibatkan juga hukum dan sosiologi, tetapi teori etika filosofis disini belum dimanfaatkan.

3.3  Etika bisnis di Amerika Serikat tahun 1970-an
Etika bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri mulai muali terbentuk di Amerika Serikat tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika hanya membicarakan aspek – aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok pembicaraan moral lainya (etika dalam hubungan dengan bisnis), kini mulai berkembang etika dalam arti sebenarnya. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan pada tahap ilmiah (teologi) membicarakan masalah – masalah moral dari bisnis, pada tahun 1970-an para filsuf mamasuki wilayah penelitian ini dalam waktu singkat menjadi kelompok yang paling dominan. Sebagaian sukses usaha itu, kemudian beberapa filsuf memberanikan diri untuk terjun kedalam etika bisnis sebagai sebuah cabang etika terapan lainnya.

            Faktor kedua yang memicu timbulnya etika bisnis sebagai suatu bidang study yang serius adalah krisis moral yang dialami dunia bisnis Amerika pada awal tahun 1970-an. Krisis moral dalam dunia bisnis itu diperkuat lagi oleh krisis moral lebih umum yang melanda seluruh masyarakat Amerika pada waktu itu. Dlatarbelakangi krisis moral yang umum itu , dunia bisnis amerika tertimpa oleh kerisis moral yang khusus . sebagaian sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa – peristiwa tidak etis ini pada awal tahun 1970-an dalam kalangan pendidikan Amerika didasarkan kebutuhan akan refleksi etika di bidang bisnis. Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum ini ternyata berdampak luas. Dengan demikian dipilihnya etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang kapada perkembangannya ke arah bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.

3.4  Etika bisnis meluas ke Eropa tahun 1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira sepuluh tahun kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun kultural paling dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga negara – negara Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnis di Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata kulah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh tahun kemudinan sudah tedapat dua belas profesor etika bisnis pertama di universitas – Universitas Eropa. Pada tahun 1987 didirikan European Business Ethich Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta seklah bisnis , para pengusaha dan wakil –wakil organisasi nasional dan internasional 9seperti misalnya serikat buruh). Konferensi EBEN yang pertama berlangsung di Brussel (1987). Konferensi kedua di Barcelona (1989) dan selanjutnya ada konferensi setiap tahun : milano (1990), London (1991), Paris (1992), Sanvika , noewegia (1993), St. Gallen Swis (1994), Breukelen , Belanda (1995), Frankfurt (1996). Sebagaian bahan konferensi – konferensi itu telah diterbitkandalam bentuk buku.

3.5  Etika bisnis menjadi fenomena global tahun 1990-an
Dalam dekade 1990-an sudah menjadi jelas ,etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat. Kini etika bisnis dipeajari, diajarkan dan dikembangkan di seluruh dunia, kita mendungar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa timur, apalagi sejak runthnya komunisme disana sebagai sistem politik dan ekonomi. Tidak mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di negara yang memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti terakhir bagi sifat gllobal etika bisnis adalah telah didirikannya international society for business management economis and ethics (ISBEE).


4.      Profil Etika Bisnis Dewasa Ini
Kini etika bisnis mempunyai status imiah yang serius. Ia semakin diterima di antara ilmu – ilmu yang sudah mapan dan memiliki ciri – ciri yang biasanya menandai sebuah ilmu. Tentu saja masih banyak harus dikerjakan. Etika bisnis harus bergumul terus untuk membuktikan diri sebagai disiplin ilmu yang dapat disegani. Disini kami berusaha menggambarkan beberapa pertanda yang menunjukan setatus itu cukup meyakinkan, sekaligus kami mencoba melukiskan profil ilmiah dari etika bisnis sebagaimana tampak sekarang.

·         Praktis di segala kawasan etika bisnis diberikan sebagai mata kuliah di perguruan tinggi.
·         Banyak sekali publikasi diterbitkan etika bisnis. Pada tahun 1987. De George menyebut adanya paling sidikit 20 buku pegangan tentang etika bisnis dan 10 buku kasus Amerika Serikat.
·         Sudah ada cukup banyak jurnal ilmiah khusus tentang etika bisnis . munculnya jurnal merupakan suatu gejala penting yang menunjukan tercapainya kematangan ilmiah bagi bidang yang bersangkutan.
·         Dalam bahasa jerman sudah tersedia sebuah kamus tentang etika bisnis. Kemudian menyusul lagi kamus etika bisnis dalam bahasa inggris.
·         Ditemukan juga cukup banyak institut penelitian yang secara khusus mendalami masalah etika bisnis.
·         Sudah didirikan beberapa asosiasi atau himpunan dengan tujuan khusus memajukan etika bisnis, terutama dengan mengumpulkan dosen – dosen etika bisnis dan peminat lain dalam pertemuan berkala.
·         Di Amerika Serikat dan Eropa Barat disediakan beberapa program study tingkat S-2 dan S-3, khusus di idang etika bisnis.

5.      Faktor Sejarah Dan Budaya Dalam Etika Bisnis
Orang yang terjun dalam kegiatan bisnis, menurut penilaian sekarang menyibukan diri dengan suatu pekerjaan terhormat, apalagi jika ia berhasil menjadi pebisnis yang sukses. Dewasa ini orang akan merasa bangga, bila dapat menunjukan kartu nama yang menyimpangkan identitasnya sebagai direktur atau manajer dalam sebuah perusahaan ternama.

Jika kita mempelajari sejarah , dan khususnya sejarah dunia barat , sikap positif ini tidak selamanya menandai pandangan terhadap bisnis. Pedagang tidak mempunyai nama baik dalam masyarakat barat masa lampau. Orang seperti pedangang jelas – jelas dicurigakan kualitas etisnya. Sikap negatif terhadap bisnis ini berlangsung terus sampai zaman modern dan baru menghilang seharusnya sekitar waktu industrialisasi. Disini tentu tidak mungkin mempelajari seluruh perkembangan historis dari sikap terhadap bisnis ini. Hanya beberapa unsur saja akan disinggung. Tetapi kiranya hal itu sudah cukup untuk memperlihatkan bahwa pandangan etis tentang perdagangan dan bisnis berkiatan erat dengan faktor sejarah dan budaya.


5.1  Kebudyaan yunani kuno
Masyarakat yunani kuno pada umumnya berprasangka terhadap kegiatan dagang dan kekayaan. Warga negara yang bebas seharusnya mencurahkan perhatian dan waktunya untuk kesenian dan ilmu pengetahuan (filsafat), di samping tentu memberi sumbangsih kepada pengurusan – pengurusan negara. Bukti lain yang kerap kali dikemukakan untuk nama buruk dari perdagangan dalam masyarakat yunani kuno adalah kenyataan bahwa dewa yunani hermes dihormati sebagai dewa pelindung baik bagi bai pedagang maupun bagi pencuri. Pedagang dan pencuri terutama termasuk orang yang banyak beergian dari satu tempat ke tempat lain, dan karena itu mempergunakan jalan. Namun demikian , bagi orang modern tetap bisa timbul keheranan, karena pedagang dan pencuri tanpa merasa keberatan dapat disebut dalam satu tarikan nafas.

5.2  Agama kristen
Dalam kitab suci kristen terdapat cukup banyak teks yang berada kritis terhadap kekayaan uang, dalam perjanjian lama maupun baru. Dalam Alkitab itu sendiri perdgangan tidak ditolak sebagai kurang etis , akan tetapi , karena perdagangan merupakan salah satu jalan biasa menuju kekayaan. Tetapi teolog tersebut mempunyai penafsiran lain dengan melihat adegan itu.

5.3  Agama Islam
Jika kita memandang sejarah, dalam agama islam tampak pandangan lebih positif terhadp perdagangan dan kegiatan ekonomis. Dalam periode modern tidak ditemukan sikap kritis dan curiga terhadap bisnis. Nabi Muhammad sendiri adalah seorang pedagang dan ajaran islam mula – mula disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al – Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan , tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara halal. Seandainya begitu , akan timbul pertentangan juga dengan ajaran zakat yang mewajibkan orang membagi kekayaan dan pendapatannya yang berlebih. Penelitiaan historis perlu dilakukan apakah etika reformasi itu sebenarnya mendapat pengaruh dari ajaran Islam.

Sepatah kata perlu ditambah tentang masalah riba dalam pandangan Islam, sebuah persoalan yang jelas berkaitan dengan etika ekonomi. Pertama – tama peru kita tekankan bahwa masalah ini tidak terbatas pada Agama Islam saja/ oleh dikatakan pengambilan riba di larang dalam seluruh dunia. Jika kita melihat dalam prespektif sejarah, masalah riba sangat menarik sebagai contoh tentang mungkinkannya perubahan rudikal dalam pemikiran moral dan khususnya perubahan yang didorong oleh realitas ekonomis. Dalam kalangan islam dewasa ini tidak semua orang bisa menerima pembedaan antara riba dengan bunga uang ini. Sehingga pandangan tentang masalah moral ini menjadi berbeda.

Dalam diskusi – diskusi etis yang modern masalah riba muncul kembali dalam konteks utang negara – negara miskin terhadap negara – negara kaya. Salah satu argumen untuk membela negara – negara miskin yang tidak sanggup membayar kembali utangnya adalah bahwa mereka terpaksa meminjam uang dari negara – negara kaya , supaya dapat bertahan hidup. Disini tidak bisa dikatakan bahwa mereka dengan bebas meminta pinjaman tersebut. Mereka tidak ada pilihan lain, kalau tidak mau tenggelam dalam tubir kehancuran. Mereka tidak meminjam uang menurut “nilai pasar”. Mereka terlilit utag yang didasarkan atas riba (dalam arti tidak etis).

5.4  Kebudayaan Jawa
Dipandang menurut spektrum budaya, tidak semua suku bangsa indonesia memperlihatkan minat dan bakatnya yang sama di bilang perdaangan. Orang minang , umpamanya , terkenal karena tekun dalam usaha dagangnya dan sanggup mencatat sukses. Dalam kebudayaan jawa terlihat perbedaan yang menarik. Jika Clifford Geertz pada tahun1950-an menyelidiki struktur sosial dari kota jawa timur yang diebutnya modjokuto (nama samaran untuk pare), ia disitu menemukan empat golongan : Penyanyi , para pedagang pribumi (wong dagang) , orang kecil yang bekerja sebagai buruh tani atau tukang (wong cilik), orang tionghoa (orang china) yang hampir semua bekerja di bidang perdagangan.

            Perbedaan yang dilukiskan tadi kadang – kadang bergema dalam pengalaman orang jawa modern. Seorang pengusaha terkenal, asal jawa, umpamanya, mengaku kepada wartawan asing. “ayah selalu menegaskan kepadaku bahwa bisnis adalah kegiatan untuk kelas bawah. Ia ingin aku akan bekerja di pemerintahan”. Dalam trasisi kebudayaan jawa kekayaan ternyata dicurigakan. Pandangan ini tentu tidak kondusif untuk memajukan semangat kewiraswastaan. Secara spotan kekayaan tidak dihargai sebagai hasil jerih payah seorang atau sebagai prestasi dalam berusaha.

5.5  Sikap modern dewasa ini
Hanya sepintas menijau data sejarah dan budaya sudah cukup untuk menyadarkan kita tentang perbedaan sikap terhdap bisnis, dulu dan sekarang. Kalau sekarang kegiatan bisnis dinilai sebagai pekerjaan terhormat dan semakin jauh dibanggakan sejauh membawa sukses, di masa silam tidak selalu begitu. Kalau pencarian untung menjadi motif utama bagi bisnis mengejar kepentingan diri. Namun demikian , masih ada jalan tengh antara egoisme dan alturisme. Tidak benar bahwa mengejar kepentingan diri selalu sama dengan egoisme. Bisa juga orang mengejar kepentingan diri, sambil tetap memperhatikan kepentingan orang lain. Orang yang terlibat dalam kegiatan bisnis, memang mencari kepentingan diri (ia tidak bermaksud melakukan karya amal), tapi tidak sampai merugikan kepentingn orang lain. Sebaliknya, relasi ekonomis justru menguntungkn untuk kedua belah pihak sekaligus. Diantara aemua relasi antar manusia, berangkali inilah ciri khas ang paling mencolok pada relasi ekonomis. Tetapi serentak juga disini tampak kebutuhan akan etika, dalam arti nilai – nilai dan norma – norma moral yang harus dipegang dalam kegiatan bisnis. Keprihatinan moral dalam berbisnis kini tampak pada tahap lain lagi ketimbang konteks tradisional. Kita hidup di zaman konglomerat dan korporasi multinassional. Kita hidup di zaman kaitalisme, bahkan sejak runtuhnya komunisme , kapitalisme tanpa antagonis.

Semanya ini beraku pada taraf nasional maupun internasional. malah dalam era globalisasi ekonomi sekarang, masalahnya menjadi lebih pelik lagi. Jika kuasa ekonomi bisa merajalela dengan leluasa, tidak bisa dihindarkan ekonomi – ekonomi lemah menjadi korbanya. Kuasa selalu dipegang oleh yang kuat dan secara alami yang kuat menindih yang lemah. Disini bukan tempatnya untuk merugikan semuanya ini dengan lebih rinci. Untuk sementara kita bisa membatasi diri pada prinsip : makin besar kepentingan – kepentingan yang digumuli bisnis, makin mendesak pula keikutsetaan etika.


6        Kritik atas etika bisnis
Etika bisnis sebagai usaha intelektual dan akademis yang baru, pasti masih banya menderita banyak “penyakit anak”. Disini akan dibhas beberapa contoh. Baragkali penjelasan ini bisa membantu mendapatkan gambaran lebih lengkap tentang corak dan maksud etik bisnis sebagaimana dipahami sekarang ini.

6.1  Etika bisnis mendiskriminasi
Kritik pertama ini lebih menarik karena sumbernya daripada karena isinya. Kritik itu sebetulnya tidak perlu dijawab, arena pengaangnya ternyata tidak berusaha mempelajari dengan serius literatur tentang etika bisnis, sebagaimana sepetutnya dilakukan setiap orang yang ingin mengkritik suatu ilmu. Para pengarang tentang etika bisnis sama sekali tidak bermaksud bahwa bisnis harus diukur dengan prinsip – prinsip lain daripada bidang – bidang biasa. Jika kita menyimak buku – buku pegangan tentang etika bisnis maka disitu justru dimulai dengan penguraian teori – teori etika yang umum. Disitu tidak terlihat aturan – aturan moral yang hanya berlaku untuk seroang bisnis. Etika bisnis adalah penerapan prinsip – prinsip moral yang umum atas suatu bidang yang khusus. Etika bisnis menjadi suatu ilmu dengan identitas tersendiri , bukan karena adanya norma – norma moral yang umum ata suatu wilayah kegiatan manusiawi yang minta perhatian khusus, sebab keadaanya dan masalah – masalahnya mempunyai corak tersendiri.

6.2  Etika bisnis itu kontradiktif
Kritik lain tidak berasal dari satu orang, tetapi ditemukan dalam kalangan populer yang cukup luas. Dunia bisnis itu ibarat rimba raya dimana tidak ada tempat untuk etika. Kalau mau disebut bidang yang sama sekali asing terhadap etika, tidak ada contoh jelas daripada justru bisnis. Etika dan bisnis itu bagaikan air dan minyak, yang tidak meresap yang satu ke dalam yang lain. Sebenarnya buku ini sebagai keseluruhan berusaha untuk memperlihatkan bahwa kritikan ini merupakan asumsi yang tidak benar, dan dalam bab terakhir kita kembali pada masalah ini, bila diupayakan jawaban atas pertanyaan mengapa bisnis harus berlaku etis.

6.3  Etika bisnis tidak praktis
Tidak ada kritik atas etika bisnis yang menimbulkan begitu banyak relasi. Keberatan bahwa etika bisnis (sebagai ilmu) kurang prakstis lebih sering terdengar dan stark bukan orang pertama yang menyinggung masalah ini. Karena itu ada baiknya kita menanggapi keberatan itu sebagai berikut. Sebagai ilmu etika bisnis selalu bergerak pada taraf refleksi dan akibatnya ada taraf teoretis juga. Walauun etika bisnis berbicara tentang hal – hal yang sangat praktis, pembicaraannya berlangsung pada taraf teoristis. Kita harus bersungguh – sungguh agar kita dekat dengan praktek bisnis , namun jarak antara teori dan praktek tidak pernah bisa dihilangkan.

6.4  Etikawan tidak bisa mengambil alih tanggung jawab
Kritikan lain lagi dilontarkan kepada etika terapan pada umumnya, termasuk juga etika bisnis. Disamping etika biomedis, etika jurnalistik, etika profesi hukum, dam lain – lain. Kita disini membicarakannya dalam konteks etika bisnis saja. Setiap manusia merupakan pelaku moral yang bertanggung jawab atas perbuatannya sediri. Berikutnya etika bisnis dapat memberikan informasi yang berharga sebelum pebisnis mengambik keputusan moral yang di anggap sulit. Etikawan cukup menguasai literatur di bidangnya. Ia tahu tentang kasus – kasus sejenis dan jalan keluar yang baik yang pernah diupayakan. Dan yang paling penting etika bisnis bisa membantu untuk menyusun argumentasi moral yang tepat. Setiap keputusah harus mempunyai alasannya, rtinya harus dilandasi argumen – argumen yng tahan uji. Etikawan secara khusus terlatih dalam hal itu karena itu dapat memberi bantuan yang berharga.



BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Bisnis merupakan kegiatan penting dalam masyarakat, selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan mendapat keuntungan, bisnis juga membutuhkan etika yang setidak-tidaknya memberikan pedoman dan aturan bagi pihak yang melakukannya. Etika bisnis berperan penting dalam memberikan kepercayaan terhadap kelompok atau individu yang berkepentingan dalam kegiatan itu dengan menjalankan sistem untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diingkan kedua belah pihak. Pada dasarnya, dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang nantinya akan menjamin kegiatan bisnis itu dapat berjalan dengan lancar.



DAFTAR PUSTAKA

Bertens, Kees. Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya: 21), Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2000.