BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika
bisnis adalah pemikiran atau refleksi moralitas dalam ekonomi dan bisnis.
Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya
diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan
dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang
perilaku manusia yang penting. Selama perusahaan memiliki produk yang
berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikelola dengan
manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai
etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi
perusahaan tersebut. Bisnis dengan menjunjung kode etik merupakan suatu unsur
mutlak yang perlu dalam masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan fenomena
sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan
main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga
aturan-aturan moral.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini diangkat beberapa topik permasalahan yang nantinya akan dibahas.
Permasalah tersebut antara lain :
1.
Apa
yang dimaksud dengan etika bisnis?
2.
Bagaimana
perkembangan etika bisnis saat ini?
3.
Seperti
apakah profil etika bisnis dewasa ini?
4.
Bagaimana sejarah dan budaya dalam etika bisnis?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Mengerti dan memahami arti dari etika
profesi.
2. Mengetahui perkembangan dan juga
profil etika bisnis dewasa ini.
3. Mengetahui faktor apa saja yang selama ini berpengaruh
dalam sejarah dan budaya etika bisnis.
1.4 Metode
Pengumpulan Data
Dalam menyusun makalah ini, penulis melakukan pengumpulan
data dengan cara meramencari sumber-sumber yang
berkaitan dengan isi makalah melalui e-book dan media elektronik.
BAB II
PEMBAHASAN
(Bisnis Dan Etika Dalam Dunia Modern)
(Bisnis Dan Etika Dalam Dunia Modern)
1.
Tiga
Aspek Pokok Dari Bisnis
Bisnis medern
meruakan realistis yang amat kompleks. Banyak faktor yang turut mempengaruhi
dan menentukan kegiatan bisnis, ilmiah – teknologis dan politik – sosial –
kultiral . komplekisitas berkaitan dengan komplekisitas masyarakat modern
sekarang. Sebagai kegiatan sosial,bisnis dengan banyak cara terjalin dengan
komplekisitas masyarakat moder itu. Semua faktor membentuk komplekisitas bisnis
modern yang sudah sering dipelajari dan dianilisis melalui berbagai pendekatan
ilmiah, khususnya ilmu ekonomi dan teori manajemen.
Buku ini ingin
menyoroti suatu aspek bisnis yang sampai sekarang disinggung dalam uraian –
uraian lain , tetapi semakin banyak diakui pentingnya yaitu aspek etis atau
moralnya. Guna menjelaskan kekhususan aspek etis ini, dalam suatu pendekatan
pertama kita membandingkanya dulu dengan aspek – aspek lain, terutama aspek
ekonomi dan hukum. Sebab bisnis sebagai kegiatan sosial bisa di soroti sekurang
– kurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu mungkin
dipisahkan ini : Sudut pandang Ekonomi, Sudut pandang Hukum, Sudut pandang
Etika.
1.1 Sudut
Pandang Ekonomis
Bisnis
adalah kegiatan ekonomis yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar menukar ,
jual – beli , memproduksi – memasarka ,
bekerja – memperkerjakan dan interaksi manusiawi lainnya dengan maksud
memperoleh untung.
1.2 Sudut Pandang Moral
Dengan tetap
mengakui peranan sentral dari sudut pandang ekonomis dalam bisnis , perlu
adanya di tambahkan adanya sudut pandang lagi yang tidak boleh diabaikan, yaitu
sudut pandang Moral.
1.3 Sudut pandang Hukum
Tidak bisa
diragukan , bisnis juga terikat oleh hukum . “Hukum Dagang” atau “Hukum Bisnis”
merupakan ilmu penting dari cabang Hukum Modern. Dan dalam raktek hukum banyak
mesalah timbu dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun internasional.
1.4 Tolak ukur untuk ketiga sudut
pandang ini
Secara
ekonomis , bisnis adalah baik kalau menghasilkan laba. Hal itu akan tampak pada
laporan akhir tahun, yang harus disusun menurut metode kontrol finansial dan
akuntansi yang sudah berlaku.
Untuk
sudut pandang Hukum-pun, tolok ukurnya cukup jelas bisnis adalah baik, bila
diperbolehkan oleh hukum. Penyelundupan misalnya adalah cara berdagang
berdagang yang tidak baik , karena dilarang oleh hukum.
Lebih
sulit untuk menentukan baik tidaknya bisnis dari sudut pandang moral. Apa yang
menjadi tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau tingkah
laku ? setidak – tidaknya dapat disebut tiga macam tolok ukur, yaitu : Hati
nurani, Kaidah emas dan penilaian masyarakat umum, mari kita memandang tiga
prosedur untuk memastikan kualitas etis suatu perbuatan ini dengan lebih rinci.
a.
Hati
nurani
Suatu perbuatan adalah baik, jika dilakukan dengan
hati nurani, dan perbuatan lain adalah buruk, jika dilakukan bertentangan
dengan suara hati nurani.
b.
Kaidah
emas
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruk
perilaku moral adalah dengan jaidah emas yang bebubnyi : “Hendaklah
memperlakukan orang lain sebgaimana anda sendiri ingin diperlakukan”. Perilaku
saya bisa dianggap secara moral baik bila saya memperlakukan orang tertentu
sebagaimana saya sendiri ingin dperlakukan.
c.
Penilaian
umum
Cara ketiga dan barang kali paling ampuh untuk
menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku adalah menyerahkannya
kepadda masyarakaat umum untuk dinilai. Cara ini bisa disebut juga “Audit
Sosial”.
2.
Apa
itu Etika Bisnis ?
Kata “etika” dan
“etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang sama karena itu pula “etika bisnis”
bisa berbeda atrinya. Suatu uraian sistematis tentang etika bisnis sebaiknya
dimulai dengan menyelidiki dan menjernihkan cara kata sseperti “etika” dan
“etis” dipakai. Cara yang kami pilih untuk menganalisis arti – arti
“etika” adalah membedakan antara “etika
sebagai praksis” dan “etika sebagai rafleksi”.
Etika sebagai
praksis berarti : nilai – nilai dan norma – norma moal sejauh dipraktekkan atau
justru tidak dipraktekkan. Walaupun seharusnya dipraktekkan. Dapat juga di
artikan etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau
tidak sesuai dengan nilai – nilai dan moral – moral. Perlu kita perhatikan kata
“etika” atau “etis” dalam contoh – ini , Orang yang mengeluh bahwa etika bisnis
mulai menipis , bermaksud bahwa pebisnis sering menyimpang dari nilai norma
yang benar, jadi ia menunjuk etika sebagai praksis. Dan orang yang memikirkan
masalah korupsi berpendapat bahwa dengan menbuat undang – undang anti korupsi
dan menerapkan undang – undang itu secara ketat dan konsekuen, nilai dan moral
dalam bisnis bisa ditegakkan. Etika sebagai praksis sama artinya dengan moral
atau moralitas.
Etika
sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika dalam refleksi kita
berfikir tentang apa yang dilakukan khususnya tentang apa yang harus dilakukan
dan kususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika
sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambul praksis
etis sabagai obyeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik dan
buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan pada taraf
populer maupun ilmiah.
Sebetulnya
antara distingsi antara praksis dan refleksi ini tidak menandai paham “etika”
saja. Dibidang lain-pun terkadang bisa kita brbicara tentang praksis disamping
refleksi (ilmu). Etika sebagai ilmu mempunyai tradisi yang sudah lama, tradisi
ini sama panjangnya dengan selurung sejarah filsafat, karena etika dalam arti
ini merupakan salah satu cabang filsafat. Karena itu juga sering etika sebagai
ilmu sering disebut juga filsafat moral atau etika filosofis.
Hal
itu tidak berarti bahwa etika filosofis ingin memiliki monopoli dalm membahas topik
– topik moral. Ilmu lain juga bisa menyinggung masalah – maalah etis , walaupun
hanya sepintas lalu misalnya ilmu – ilmu sosial. Tetapi hanya dalam etika
filosofis, topik – topik moral dibahas secara tuntas dengan metode sistematika
khusus yang sesuai dengan bidang moral itu.
Etika
adalah cabang filsafat yang mempelajari baik burukya perilaku manusia. Karena
itu etika dalam arti ini sering disebut juga “filsafat praktis”. Cabang –
cabang filsafat lain membicarakan massalah yang tampaknya lebih jauh dari
kehidupan konkret. Sejak akhir tahun 1960-an teori etika mulai membuka diri
bagi topik – topik konkret dan aktual sebagai oobyek penelitiannya.
Perkembangan baru ini sering di sebut “etika terapan” (Applied Ethich). Mula – mula topik ini konkret itu menyangkut ilmu
– ilmu biomedis, karena itu kemajuan ilmiah menimbulkan maslah etis yang baru.
Tidak lama keudian etika terapan memperluas perhatiannya ke topik – topik
aktual lainnya, seperti lingkungan hidup, persenjataan nuklir, pemnggunakan
tenaga nuklir pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), dan lain – lain.
Etika bisnis juga sebaiknya kita lihat sebagai suatu bidang peminatan dari
etika terapan.
Seperti
etika terapan pada umumnya, etika bisnispun dapat dijalankan pada tiga taraf ;
taraf makro, moeso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan
yang berada untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan tiga kemungkinan yang
mungkin berada untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro
, etika bisnis menjadi aspek – aspek moral dari sistem ekonomi sebagai
keseluruhan.
Pada
taraf meso 9madya atau menengah 0, etika bisnis menyelidiki masalah etis
dibidang organisasi. Organisasi disini terutama bagi perusahaan – perusahaan,
tapi bisa juga serrikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi , dan lain
– lain.
Pada
taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau
bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari pihak keryawan dan majikan ,
bawahan dan manajer, produsen dan konsumen , pemasok dan investor.
Akhirnya
boleh ditambahkan catatan tentang nama “etika bisnis’ di indonesia study
tentang masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah bisa ditunjukan
dengan nama itu, sejalan dengan kebiasaan umum dalam kawasan bahasa inggris (Business Ethics). Tetapi dalam bahasa
lain terdapat banyak variasi. dalam bahasa belanda pada umumnya dipakai nama Bedrijfshethiek (etika perusahaan) dan
dalam bahasa jerman Unternehmensethik (etika
usaha). Cukup dekat dengan itu dalam bahasa inggris kadang – kadang dipakai Corporate Ethics (etika korporasi).
Sebagaian
nama yang berbeda – beda ini berkaitan dengan preferensi untuk perspetif makro,
meso atau mikro yang berbeda di berbagai negara. Namun demikian, pada dasarnya
semua nama ini menunjuk kepada study tentang aspek – aspek moral dari kegiatan
ekonomi dan bisnis, sebagaimana diupayakan dalam buku ini.
3.
Perkembangan
Etika Bisnis
Sepanjang
masalah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah lupa dari sorotan etika.
Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia
terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak terlepas dari
masalah etis.
Aktivitas
perniagaan selalu sudah berurusan dengan etika, artinya selalu harus
mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Namun
demikian, jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan dipraktekan
sekarang. Tidak bisa disangkal juga,
disini kita menghadapi suatu fenomena baru. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis
mendapat hatian begitu besar dan insentif seperti sekarang ini.
Etika
selalu dikaitkan dengan bisnis, sejak ada bisnis, sejak saat itu pula bisnis
dihubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan juga dengan
wilayah – wilayah lain dalam kehidupan manusia seperti politik, keluarga,
seksualitas berbagai profesi dan sebagainya. Jadi etika dalam bisnis atau etika
berhubungan dengan bisnis berbicara tentang bisnis sebagai salah satu topik di
samping sekian banyak topik lainnya. Etika dalam bisnis belum merupakan suatu
bidang khusus yang memiliki corak dan identitas sendiri. Hal itu baru timbulny
a”etika bisnis’ dalam arti yang sesungguhnya. Etikan dalam bisnis mempunyai
riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih muda
sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti spesifik
setelah menjadi suatu bidang (Field) tersendiri,
maksudnya suatu bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengajaran dan
penelitian di perguruan tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini utuk pertama
kali timbul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke
kawasan dunia lainya. Dengan mamanfaatkan dan memperluas pemikiran De George
ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis
menjadi etika bisnis ini.
3.1 Situasi
dahulu
Berabad – abad
lamanya kita berbicara pada taraf ilmiah tentang masalah ekonomi dan bisnis
sebagai salah satu topik disamping sekian banyak topik lain. Pada awal
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf – filsuf yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kebaikan manusia bersama dalam negara dan dalam
konteks itu mereka membahas juga bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga
harus di atur.dalam filsafat dan teologi abad pertengahan pembahasan ini
dilanjutkan, dalam kalangan kristen maupun Islam. Topik – topik moral sekitar
ekonomi dan perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi) di zaman modern.
Pada waktu itu
banyak universitas diberikan kuliah agama dimana masiswa mempelajari masalah –
masalah moral sekitar ekonomi dan bisnis. Pembahasannya tentu berbeda, sejauh
mata kuliah ini diberikan dalam kalangan katolik atau protestan. Dengan
demikian di Amerika Serikat selama paro pertama pada abad ke-20 etika dalam
bisnis terutama dipraktekan dalam konteks agama dan teologi. Dan pendekatanini
masih berlangsung terus sampai hari ini, di Amerika Serikat maupun di tempat
lain.
3.2 Masa
peralihan ; tahun 1960-an
Dalam tahun
1960-an terjadi perkembangan baru yang dilihat sebagai persiapan langsung bagi
timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa 1960-an ini di
Amerika Serikat (dan dunia barat pada umumnya) ditandai oleh pemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukota Prancis bulan
Mei 1968). Suasana tidak tenang ini diperkuat lagi karena frustasi yang
dirasakan secara khusus oleh kaum muda dengan keterlibatan Amerika Serikat
dalam perang Vietnam. Rasa tidak puas ini mengakibatkan demonstrasi –
demonstrasi paling besar dirasakan di Amerika serikat. Secara khusus kaum muda
menolak kolusi yang di mata mereka terjadi antara militer dan industri.
Industri dinilai terutama melayani kepentingan militer. Serentak juga untuk pertama
kali timbul kesadaran akan masalah ekologis dan terutama industri di anggap
sebagai penyebab masalah lingkungan hidup itu dengan polusi udara, air, dan
tanah serta limbah beracun dan sampah nuklir.
Dunia pendidikan
menanggapi situasi ini dengan cara berbeda – beda. Salah satu reaksi paling
penting adalah memberi perhatian khusus kepada social issues dalam kuliah
tentang manajemen. Nbeberapa sekolah bisnis mulai dengan mencamtumkan mata
kuliah baru di kurikulumnya yang biasanya dibesi nama Business and Society. Kuliah ini diberikan oleh Doden – Dosen
manajeman dan mereka menyusun buku – buku pegangan dan publikasi lain untuk
menunjang mata kuliah itu. Pendekatan ini diadakan dari segi manajemen , dengan
sebagaian melibatkan juga hukum dan sosiologi, tetapi teori etika filosofis
disini belum dimanfaatkan.
3.3 Etika
bisnis di Amerika Serikat tahun 1970-an
Etika bisnis
sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri mulai
muali terbentuk di Amerika Serikat tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika hanya
membicarakan aspek – aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok
pembicaraan moral lainya (etika dalam hubungan dengan bisnis), kini mulai
berkembang etika dalam arti sebenarnya. Jika sebelumnya hanya para teolog dan
agamawan pada tahap ilmiah (teologi) membicarakan masalah – masalah moral dari
bisnis, pada tahun 1970-an para filsuf mamasuki wilayah penelitian ini dalam
waktu singkat menjadi kelompok yang paling dominan. Sebagaian sukses usaha itu,
kemudian beberapa filsuf memberanikan diri untuk terjun kedalam etika bisnis
sebagai sebuah cabang etika terapan lainnya.
Faktor
kedua yang memicu timbulnya etika bisnis sebagai suatu bidang study yang serius
adalah krisis moral yang dialami dunia bisnis Amerika pada awal tahun 1970-an.
Krisis moral dalam dunia bisnis itu diperkuat lagi oleh krisis moral lebih umum
yang melanda seluruh masyarakat Amerika pada waktu itu. Dlatarbelakangi krisis
moral yang umum itu , dunia bisnis amerika tertimpa oleh kerisis moral yang
khusus . sebagaian sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa – peristiwa tidak
etis ini pada awal tahun 1970-an dalam kalangan pendidikan Amerika didasarkan
kebutuhan akan refleksi etika di bidang bisnis. Salah satu usaha khusus adalah
menjadikan etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum ini ternyata
berdampak luas. Dengan demikian dipilihnya etika bisnis sebagai mata kuliah
dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang kapada perkembangannya ke arah
bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.
3.4 Etika
bisnis meluas ke Eropa tahun 1980-an
Di Eropa Barat
etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira sepuluh tahun
kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun kultural paling
dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga negara – negara
Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnis di
Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata
kulah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh tahun kemudinan sudah tedapat
dua belas profesor etika bisnis pertama di universitas – Universitas Eropa.
Pada tahun 1987 didirikan European
Business Ethich Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan
antara akademisi dari universitas serta seklah bisnis , para pengusaha dan
wakil –wakil organisasi nasional dan internasional 9seperti misalnya serikat
buruh). Konferensi EBEN yang pertama berlangsung di Brussel (1987). Konferensi
kedua di Barcelona (1989) dan selanjutnya ada konferensi setiap tahun : milano
(1990), London (1991), Paris (1992), Sanvika , noewegia (1993), St. Gallen Swis
(1994), Breukelen , Belanda (1995), Frankfurt (1996). Sebagaian bahan
konferensi – konferensi itu telah diterbitkandalam bentuk buku.
3.5 Etika
bisnis menjadi fenomena global tahun 1990-an
Dalam dekade
1990-an sudah menjadi jelas ,etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat.
Kini etika bisnis dipeajari, diajarkan dan dikembangkan di seluruh dunia, kita
mendungar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa timur, apalagi
sejak runthnya komunisme disana sebagai sistem politik dan ekonomi. Tidak
mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di negara yang
memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti terakhir
bagi sifat gllobal etika bisnis adalah telah didirikannya international society for business management economis and ethics (ISBEE).
4.
Profil
Etika Bisnis Dewasa Ini
Kini etika
bisnis mempunyai status imiah yang serius. Ia semakin diterima di antara ilmu –
ilmu yang sudah mapan dan memiliki ciri – ciri yang biasanya menandai sebuah
ilmu. Tentu saja masih banyak harus dikerjakan. Etika bisnis harus bergumul
terus untuk membuktikan diri sebagai disiplin ilmu yang dapat disegani. Disini
kami berusaha menggambarkan beberapa pertanda yang menunjukan setatus itu cukup
meyakinkan, sekaligus kami mencoba melukiskan profil ilmiah dari etika bisnis
sebagaimana tampak sekarang.
·
Praktis di segala kawasan etika bisnis
diberikan sebagai mata kuliah di perguruan tinggi.
·
Banyak sekali publikasi diterbitkan
etika bisnis. Pada tahun 1987. De George menyebut adanya paling sidikit 20 buku
pegangan tentang etika bisnis dan 10 buku kasus Amerika Serikat.
·
Sudah ada cukup banyak jurnal ilmiah
khusus tentang etika bisnis . munculnya jurnal merupakan suatu gejala penting
yang menunjukan tercapainya kematangan ilmiah bagi bidang yang bersangkutan.
·
Dalam bahasa jerman sudah tersedia
sebuah kamus tentang etika bisnis. Kemudian menyusul lagi kamus etika bisnis
dalam bahasa inggris.
·
Ditemukan juga cukup banyak institut
penelitian yang secara khusus mendalami masalah etika bisnis.
·
Sudah didirikan beberapa asosiasi atau
himpunan dengan tujuan khusus memajukan etika bisnis, terutama dengan
mengumpulkan dosen – dosen etika bisnis dan peminat lain dalam pertemuan
berkala.
·
Di Amerika Serikat dan Eropa Barat
disediakan beberapa program study tingkat S-2 dan S-3, khusus di idang etika
bisnis.
5.
Faktor
Sejarah Dan Budaya Dalam Etika Bisnis
Orang yang
terjun dalam kegiatan bisnis, menurut penilaian sekarang menyibukan diri dengan
suatu pekerjaan terhormat, apalagi jika ia berhasil menjadi pebisnis yang
sukses. Dewasa ini orang akan merasa bangga, bila dapat menunjukan kartu nama
yang menyimpangkan identitasnya sebagai direktur atau manajer dalam sebuah
perusahaan ternama.
Jika kita
mempelajari sejarah , dan khususnya sejarah dunia barat , sikap positif ini
tidak selamanya menandai pandangan terhadap bisnis. Pedagang tidak mempunyai
nama baik dalam masyarakat barat masa lampau. Orang seperti pedangang jelas –
jelas dicurigakan kualitas etisnya. Sikap negatif terhadap bisnis ini
berlangsung terus sampai zaman modern dan baru menghilang seharusnya sekitar
waktu industrialisasi. Disini tentu tidak mungkin mempelajari seluruh
perkembangan historis dari sikap terhadap bisnis ini. Hanya beberapa unsur saja
akan disinggung. Tetapi kiranya hal itu sudah cukup untuk memperlihatkan bahwa
pandangan etis tentang perdagangan dan bisnis berkiatan erat dengan faktor
sejarah dan budaya.
5.1 Kebudyaan
yunani kuno
Masyarakat yunani kuno pada umumnya
berprasangka terhadap kegiatan dagang dan kekayaan. Warga negara yang bebas
seharusnya mencurahkan perhatian dan waktunya untuk kesenian dan ilmu
pengetahuan (filsafat), di samping tentu memberi sumbangsih kepada pengurusan –
pengurusan negara. Bukti lain yang kerap kali dikemukakan untuk nama buruk dari
perdagangan dalam masyarakat yunani kuno adalah kenyataan bahwa dewa yunani
hermes dihormati sebagai dewa pelindung baik bagi bai pedagang maupun bagi
pencuri. Pedagang dan pencuri terutama termasuk orang yang banyak beergian dari
satu tempat ke tempat lain, dan karena itu mempergunakan jalan. Namun demikian
, bagi orang modern tetap bisa timbul keheranan, karena pedagang dan pencuri
tanpa merasa keberatan dapat disebut dalam satu tarikan nafas.
5.2 Agama
kristen
Dalam kitab suci
kristen terdapat cukup banyak teks yang berada kritis terhadap kekayaan uang,
dalam perjanjian lama maupun baru. Dalam Alkitab itu sendiri perdgangan tidak
ditolak sebagai kurang etis , akan tetapi , karena perdagangan merupakan salah
satu jalan biasa menuju kekayaan. Tetapi teolog tersebut mempunyai penafsiran
lain dengan melihat adegan itu.
5.3 Agama
Islam
Jika kita
memandang sejarah, dalam agama islam tampak pandangan lebih positif terhadp
perdagangan dan kegiatan ekonomis. Dalam periode modern tidak ditemukan sikap
kritis dan curiga terhadap bisnis. Nabi Muhammad sendiri adalah seorang
pedagang dan ajaran islam mula – mula disebarluaskan terutama melalui para
pedagang muslim. Dalam Al – Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan
, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara halal. Seandainya begitu ,
akan timbul pertentangan juga dengan ajaran zakat yang mewajibkan orang membagi
kekayaan dan pendapatannya yang berlebih. Penelitiaan historis perlu dilakukan
apakah etika reformasi itu sebenarnya mendapat pengaruh dari ajaran Islam.
Sepatah kata
perlu ditambah tentang masalah riba dalam pandangan Islam, sebuah persoalan
yang jelas berkaitan dengan etika ekonomi. Pertama – tama peru kita tekankan
bahwa masalah ini tidak terbatas pada Agama Islam saja/ oleh dikatakan
pengambilan riba di larang dalam seluruh dunia. Jika kita melihat dalam
prespektif sejarah, masalah riba sangat menarik sebagai contoh tentang
mungkinkannya perubahan rudikal dalam pemikiran moral dan khususnya perubahan
yang didorong oleh realitas ekonomis. Dalam kalangan islam dewasa ini tidak
semua orang bisa menerima pembedaan antara riba dengan bunga uang ini. Sehingga
pandangan tentang masalah moral ini menjadi berbeda.
Dalam diskusi –
diskusi etis yang modern masalah riba muncul kembali dalam konteks utang negara
– negara miskin terhadap negara – negara kaya. Salah satu argumen untuk membela
negara – negara miskin yang tidak sanggup membayar kembali utangnya adalah
bahwa mereka terpaksa meminjam uang dari negara – negara kaya , supaya dapat
bertahan hidup. Disini tidak bisa dikatakan bahwa mereka dengan bebas meminta
pinjaman tersebut. Mereka tidak ada pilihan lain, kalau tidak mau tenggelam
dalam tubir kehancuran. Mereka tidak meminjam uang menurut “nilai pasar”.
Mereka terlilit utag yang didasarkan atas riba (dalam arti tidak etis).
5.4 Kebudayaan
Jawa
Dipandang
menurut spektrum budaya, tidak semua suku bangsa indonesia memperlihatkan minat
dan bakatnya yang sama di bilang perdaangan. Orang minang , umpamanya ,
terkenal karena tekun dalam usaha dagangnya dan sanggup mencatat sukses. Dalam
kebudayaan jawa terlihat perbedaan yang menarik. Jika Clifford Geertz pada
tahun1950-an menyelidiki struktur sosial dari kota jawa timur yang diebutnya
modjokuto (nama samaran untuk pare), ia disitu menemukan empat golongan : Penyanyi , para pedagang pribumi (wong dagang) , orang kecil yang bekerja
sebagai buruh tani atau tukang (wong
cilik), orang tionghoa (orang china) yang
hampir semua bekerja di bidang perdagangan.
Perbedaan
yang dilukiskan tadi kadang – kadang bergema dalam pengalaman orang jawa
modern. Seorang pengusaha terkenal, asal jawa, umpamanya, mengaku kepada
wartawan asing. “ayah selalu menegaskan kepadaku bahwa bisnis adalah kegiatan
untuk kelas bawah. Ia ingin aku akan bekerja di pemerintahan”. Dalam trasisi
kebudayaan jawa kekayaan ternyata dicurigakan. Pandangan ini tentu tidak
kondusif untuk memajukan semangat kewiraswastaan. Secara spotan kekayaan tidak
dihargai sebagai hasil jerih payah seorang atau sebagai prestasi dalam
berusaha.
5.5 Sikap
modern dewasa ini
Hanya sepintas
menijau data sejarah dan budaya sudah cukup untuk menyadarkan kita tentang
perbedaan sikap terhdap bisnis, dulu dan sekarang. Kalau sekarang kegiatan
bisnis dinilai sebagai pekerjaan terhormat dan semakin jauh dibanggakan sejauh
membawa sukses, di masa silam tidak selalu begitu. Kalau pencarian untung
menjadi motif utama bagi bisnis mengejar kepentingan diri. Namun demikian ,
masih ada jalan tengh antara egoisme dan alturisme. Tidak benar bahwa mengejar
kepentingan diri selalu sama dengan egoisme. Bisa juga orang mengejar
kepentingan diri, sambil tetap memperhatikan kepentingan orang lain. Orang yang
terlibat dalam kegiatan bisnis, memang mencari kepentingan diri (ia tidak
bermaksud melakukan karya amal), tapi tidak sampai merugikan kepentingn orang
lain. Sebaliknya, relasi ekonomis justru menguntungkn untuk kedua belah pihak
sekaligus. Diantara aemua relasi antar manusia, berangkali inilah ciri khas ang
paling mencolok pada relasi ekonomis. Tetapi serentak juga disini tampak
kebutuhan akan etika, dalam arti nilai – nilai dan norma – norma moral yang
harus dipegang dalam kegiatan bisnis. Keprihatinan moral dalam berbisnis kini
tampak pada tahap lain lagi ketimbang konteks tradisional. Kita hidup di zaman
konglomerat dan korporasi multinassional. Kita hidup di zaman kaitalisme,
bahkan sejak runtuhnya komunisme , kapitalisme tanpa antagonis.
Semanya ini
beraku pada taraf nasional maupun internasional. malah dalam era globalisasi
ekonomi sekarang, masalahnya menjadi lebih pelik lagi. Jika kuasa ekonomi bisa
merajalela dengan leluasa, tidak bisa dihindarkan ekonomi – ekonomi lemah
menjadi korbanya. Kuasa selalu dipegang oleh yang kuat dan secara alami yang
kuat menindih yang lemah. Disini bukan tempatnya untuk merugikan semuanya ini
dengan lebih rinci. Untuk sementara kita bisa membatasi diri pada prinsip :
makin besar kepentingan – kepentingan yang digumuli bisnis, makin mendesak pula
keikutsetaan etika.
6
Kritik
atas etika bisnis
Etika bisnis
sebagai usaha intelektual dan akademis yang baru, pasti masih banya menderita
banyak “penyakit anak”. Disini akan dibhas beberapa contoh. Baragkali
penjelasan ini bisa membantu mendapatkan gambaran lebih lengkap tentang corak
dan maksud etik bisnis sebagaimana dipahami sekarang ini.
6.1 Etika
bisnis mendiskriminasi
Kritik pertama
ini lebih menarik karena sumbernya daripada karena isinya. Kritik itu
sebetulnya tidak perlu dijawab, arena pengaangnya ternyata tidak berusaha
mempelajari dengan serius literatur tentang etika bisnis, sebagaimana
sepetutnya dilakukan setiap orang yang ingin mengkritik suatu ilmu. Para
pengarang tentang etika bisnis sama sekali tidak bermaksud bahwa bisnis harus
diukur dengan prinsip – prinsip lain daripada bidang – bidang biasa. Jika kita
menyimak buku – buku pegangan tentang etika bisnis maka disitu justru dimulai
dengan penguraian teori – teori etika yang umum. Disitu tidak terlihat aturan –
aturan moral yang hanya berlaku untuk seroang bisnis. Etika bisnis adalah
penerapan prinsip – prinsip moral yang umum atas suatu bidang yang khusus. Etika
bisnis menjadi suatu ilmu dengan identitas tersendiri , bukan karena adanya
norma – norma moral yang umum ata suatu wilayah kegiatan manusiawi yang minta
perhatian khusus, sebab keadaanya dan masalah – masalahnya mempunyai corak
tersendiri.
6.2 Etika
bisnis itu kontradiktif
Kritik lain
tidak berasal dari satu orang, tetapi ditemukan dalam kalangan populer yang
cukup luas. Dunia bisnis itu ibarat rimba raya dimana tidak ada tempat untuk
etika. Kalau mau disebut bidang yang sama sekali asing terhadap etika, tidak
ada contoh jelas daripada justru bisnis. Etika dan bisnis itu bagaikan air dan
minyak, yang tidak meresap yang satu ke dalam yang lain. Sebenarnya buku ini
sebagai keseluruhan berusaha untuk memperlihatkan bahwa kritikan ini merupakan
asumsi yang tidak benar, dan dalam bab terakhir kita kembali pada masalah ini,
bila diupayakan jawaban atas pertanyaan mengapa bisnis harus berlaku etis.
6.3 Etika
bisnis tidak praktis
Tidak ada kritik
atas etika bisnis yang menimbulkan begitu banyak relasi. Keberatan bahwa etika
bisnis (sebagai ilmu) kurang prakstis lebih sering terdengar dan stark bukan
orang pertama yang menyinggung masalah ini. Karena itu ada baiknya kita
menanggapi keberatan itu sebagai berikut. Sebagai ilmu etika bisnis selalu
bergerak pada taraf refleksi dan akibatnya ada taraf teoretis juga. Walauun
etika bisnis berbicara tentang hal – hal yang sangat praktis, pembicaraannya
berlangsung pada taraf teoristis. Kita harus bersungguh – sungguh agar kita
dekat dengan praktek bisnis , namun jarak antara teori dan praktek tidak pernah
bisa dihilangkan.
6.4 Etikawan
tidak bisa mengambil alih tanggung jawab
Kritikan lain
lagi dilontarkan kepada etika terapan pada umumnya, termasuk juga etika bisnis.
Disamping etika biomedis, etika jurnalistik, etika profesi hukum, dam lain –
lain. Kita disini membicarakannya dalam konteks etika bisnis saja. Setiap
manusia merupakan pelaku moral yang bertanggung jawab atas perbuatannya sediri.
Berikutnya etika bisnis dapat memberikan informasi yang berharga sebelum
pebisnis mengambik keputusan moral yang di anggap sulit. Etikawan cukup
menguasai literatur di bidangnya. Ia tahu tentang kasus – kasus sejenis dan
jalan keluar yang baik yang pernah diupayakan. Dan yang paling penting etika
bisnis bisa membantu untuk menyusun argumentasi moral yang tepat. Setiap
keputusah harus mempunyai alasannya, rtinya harus dilandasi argumen – argumen
yng tahan uji. Etikawan secara khusus terlatih dalam hal itu karena itu dapat
memberi bantuan yang berharga.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Bisnis
merupakan kegiatan penting dalam masyarakat, selain mempertaruhkan barang dan
uang untuk tujuan mendapat keuntungan, bisnis juga membutuhkan etika yang
setidak-tidaknya memberikan pedoman dan aturan bagi pihak yang melakukannya.
Etika bisnis berperan penting dalam memberikan kepercayaan terhadap kelompok
atau individu yang berkepentingan dalam kegiatan itu dengan menjalankan sistem
untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diingkan kedua belah pihak. Pada
dasarnya, dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang
nantinya akan menjamin kegiatan bisnis itu dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, Kees. Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat
Atmajaya: 21), Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2000.